PERUBAHAN GELAR FISIOTERAPI

HIDUP MAHASISWA!
Hampir setiap orang memiliki gelar yang menyertai namanya, entah terdapat di awal ataupun di akhir. Gelar tersebut pun berbeda-beda, menyesuaikan dengan maksud dari pemberian gelar tersebut. Lalu apa sih gelar itu sebenarnya? Nah, menurut Wikipedia, ‘gelar’ adalah awalan atau akhiran yang ditambahkan pada nama seseorang untuk menandakan penghormatan, jabatan resmi, atau kualifikasi akademis/profesional. Dari definisi tersebut, maka kita bisa menyimpulkan bahwa gelar yang dimiliki oleh seseorang memiliki alasan dan tujuan khusus, bisa karena kedudukannya, jabatan, ataupun keahliannya. Gelar juga dipakai untuk menunjukkan kualifikasi akademis seseorang. Dan untuk mendapatkan gelar kualifikasi akademis ini, seseorang harus menyelesaikan pendidikan pada bidang yang dimaksud terlebih dahulu.

Sebagai sebuah disiplin keilmuan, fisioterapi juga memiliki gelar. Gelar ini akan diberikan kepada para fisioterapis. Nah, menurut PMK No. 80 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapis, yang dimaksud dengan ‘fisioterapis’ adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam peraturan yang sama juga, berdasarkan pendidikannya, fisioterapis dikualifikasikan menjadi 4, yaitu (1) Fisioterapis Ahli Madya, (2) Fisioterapis Sarjana Sains Terapan, (3) Fisioterapis Profesi, dan (4) Fisioterapis Spesialis dan masing-masing kualifikasi memiliki gelar yang berbeda.

Saat ini, jika kita perhatikan, di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam penulisan gelar untuk lulusan pendidikan fisioterapi dalam kualifikasi yang sama. Contohnya saja pada kualifikasi Pendidikan Strata 1 (S1) memiliki gelar S.Fis., S.Ft., dan S.Ftr. sedangkan pada kualifikasi Diploma 3 (D3) memiliki gelar Amd.Fis., Amd.Ft., dan Amd.Ftr.. Belum lagi ditambah dengan adanya Permendikbud No. 154 Tahun 2014 yang mengatur serta mengubah gelar beberapa disiplin keilmuan dalam bidang kesehatan menjadi S.Kes. (Sarjana Kesehatan) bagi jenjang Strata 1 (S1). Adanya peraturan tersebut justru menambah deretan variasi gelar fisioterapi di Indonesia.

Lalu mengapa perbedaan penulisan gelar dalam dunia fisioterapi ini bisa terjadi?

Hal ini disebabkan karena gelar setiap lulusan Perguruan Tinggi ditetapkan oleh peraturan atau nomenklatur dari masing-masing Perguruan Tinggi, dalam hal ini Program Studi yang telah disahkan oleh Kemenristek Dikti. Mereka memiliki hak untuk mengatur gelar yang akan diberikan kepada setiap lulusannya berdasarkan kepada peraturan yang ada di negeri ini. Inilah salah satu alasan yang memungkinkan terjadinya perbedaan gelar lulusan antar Perguruan Tinggi dalam disiplin keilmuan yang sama, contohnya fisioterapi. Ditambah lagi belum terdapat peraturan yang mengatur secara jelas mengenai gelar fisioterapi.

Kemudian bagaimana dengan peraturan terbaru mengenai gelar, yaitu Permendikbud No. 154 Tahun 2014?

Bukankah kita bisa menggunakan peraturan ini sebagai landasan penyamaan gelar fisioterapi di Indonesia?

Alasan adanya peraturan tersebut mungkin disebabkan karena berbagai pertimbangan dalam badan yang mengeluarkan peraturan ini, termasuk dalam menasionalkan gelar beberapa profesi kesehatan menjadi S.Kes. untuk Strata 1 (S1), Amd.Kes. untuk Diploma 3 (D3), dan lain sebagainya. Beberapa Perguruan Tinggi telah menerapkan peraturan ini untuk memberikan gelar kepada para lulusannya dalam disiplin keilmuan fisioterapi, yaitu menjadi S.Kes. ataupun Amd.Kes.. Namun, ada juga yang masih menggunakan gelar yang lama pada lulusannya.

Jika kita lihat lebih jauh, penggunaan gelar S.Kes./Amd.Kes. secara spesifikasi kompetensi sebenarnya tidak mewakili atau tidak menunjukkan sisi spesifikasi kompetensi masing-masing disiplin keilmuan. Padahal dalam Permendikbud No. 154 Tahun 2014 pada Pasal 4 ayat (3) juga menyebutkan bahwa basis penamaan prodi adalah disiplin akademik. Sebagai disiplin akademik yang berdiri sendiri, fisioterapi tentu memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan disiplin akademik yang lain, baik dari sudut pandang epistemiologi, metodologi, maupun aksiologi. Sehingga, identifikasi apapun yang asal menyeragamkan fisioterapi dengan disiplin akademik yang lain adalah tindakan yang keliru, termasuk gelar.

Lalu dampak apa yang akan terjadi dalam dunia fisioterapi jika menggunakan gelar S.Kes./Amd.Kes.?

Karena gelar S.Kes./Amd.Kes. bersifat profesi kesehatan secara umum, maka spesifikasi profesi tidak akan terlihat, terutama di masyarakat karena salah satu identitas profesi adalah gelar. Dan karena hal itulah, maka alumnus fisioterapis memiliki tanggung jawab serta memerlukan usaha intens untuk mengenalkan jati diri fisioterapi, khususnya kepada masyarakat. Dan karena identitas
kita, yaitu gelar, sama dengan profesi kesehatan yang lain, maka kita akan menghadapi tantangan baru untuk mengenalkan jati diri profesi fisioterapi.

Dengan adanya problematika seperti ini, maka kita harus lebih bersemangat lagi dalam memperkenalkan profesi kita. Dan mudah-mudahan Organisasi Profesi kita, yakni IFI atau PERFI, juga segera mengeluarkan kebijakan untuk menyamaratakan gelar fisioterapi di Indonesia agar bisa tetap sejalan dan tidak ada perbedaan gelar lagi. Tetap semangat semua…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *