Oleh : Reva Marsanda Vista (Departemen Penprof)
![](https://wilayah3.imfi.or.id/wp-content/uploads/2024/03/jantung-1.jpg)
Sumber: Ilustrasi Jantung. (Getty images/ Eraxion)
A. Pendahuluan
Penyakit kardiovaskular (CVD) adalah penyebab utama kematian secara global. Diperkirakan 17,9 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular pada tahun 2019, mewakili 32% dari seluruh kematian global. Dari kematian tersebut, 85% disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Lebih dari tiga perempat kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Dari 17 juta kematian dini (di bawah usia 70 tahun) akibat penyakit tidak menular pada tahun 2019, 38% disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.
Salah satu contoh penyakit kardiovaskular yaitu Penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kondisi di mana pembuluh darah jantung (arteri koroner) tersumbat oleh timbunan lemak. Berdasarkan data dari Riskesdas (2018) mengungkap bahwa di Indonesia kasus penyakit jantung dan pembuluh darah semakin bertambah tiap tahunnya, meningkatnya angka kematian tersebut diakibatkan karena adanya faktor resiko yang mendukung timbulnya penyakit jantung koroner.
Epidemi mencapai puncaknya pada tahun 1960an. Sejak saat itu angka kematian akibat penyesuaian usia terus menurun di Amerika Serikat dan banyak negara industri lainnya. Rawat inap untuk PJK juga menurun, khususnya dalam dua dekade terakhir dengan tingkat keparahan PJK menurun seiring dengan meningkatnya NSTEMI, yang menunjukkan bentuk PJK yang lebih ringan. Faktor gaya hidup dan faktor risiko terkait seperti merokok , hipertensi, dan kolesterol juga membaik.
B. Pembahasan
Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh aterosklerosis, suatu proses inflamasi yang menyebabkan perkembangan ateroma dan remodeling/stenosis arteri koroner . Saat atheroma membesar, dinding arteri pecah dan mengeluarkan bekuan darah yang menyebabkan penyempitan arteri.
- Stenosis >50% diameter atau pengurangan diameter penampang >75% dapat menyebabkan angina.
- Pembentukan trombus setelah gangguan plak dapat menyebabkan sindrom koroner akut. [2]
Komplikasi plak yang berkembang:
- Ateroma lipid yang tipis atau besar (lebih dari 40% volume plak) meningkatkan kemungkinan gangguan plak koroner yang diikuti oleh plak oklusi trombotik
- Trombus di lumen disebabkan oleh erosi endotel
- Perdarahan intra-plak menyebabkan perluasan volume plak
- Trombus lumen disebabkan oleh nodul kalsifikasi yang menonjol dari arsitektur kompleks fibro- lipid-kalsifikasi dan cangkang kalsifikasi.
Gejala atau masalah fisioterapi yang timbul dari kasus jantung koroner yaitu berupa nyeri dada, sesak nafas, dan penurunan endurance. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh pada perubahan kemampuan pasien untuk aktivitas sehari-hari sehingga mengarah ke penurunan kualitas hidup. Aerobic exercise didefinisikan sebagai bentuk apapun aktivitas fisik yang menghasilkan peningkatan denyut jantung dan volume pernapasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Dengan penatalaksanaan Aerobic Exercise dapat meningkatkan endurance pada penyakit jantung koroner.
a. Tanda dan Gejala
Peristiwa koroner akut, seperti serangan jantung, dapat menyebabkan gejala-gejala berikut:
Angina, yang dapat terasa seperti tertekan, diremas, terbakar, atau sesak saat melakukan aktivitas fisik. Rasa sakit atau ketidaknyamanan biasanya dimulai di belakang tulang dada, tapi bisa juga terjadi di lengan, bahu, rahang, tenggorokan, atau punggung. Rasa sakitnya mungkin terasa seperti gangguan pencernaan. Di antara lainnya yaitu:
- Keringat dingin
- Pusing
- Sakit kepala ringan
- Mual atau perasaan gangguan pencernaan
- Sakit leher
- Sesak napas terutama saat beraktivitas
- Gangguan tidur
- Kelemahan
Wanita lebih kecil kemungkinannya mengalami nyeri dada dibandingkan pria. Sebaliknya, mereka lebih mungkin mengalami:
- Pusing
- Kelelahan
- Mual
- Tekanan atau sesak di dada
- Sakit perut
- Wanita juga lebih mungkin tidak mengalami gejala penyakit jantung koroner dibandingkan.
Penyakit jantung kronik (jangka panjang) dapat menyebabkan gejala seperti berikut:
- Angina
- Sesak napas saat melakukan aktivitas fisik
- Kelelahan
- Sakit leher [4]
b. Diagnosis
Diagnosis penyakit arteri koroner dimulai dari riwayat kesehatan dan keluarga, faktor risiko, dan tes diagnostik. Tes dan Prosedur Diagnostik antara lain yaitu:
- Tes Darah untuk memeriksa kadar lemak, kolesterol, glukosa, dan protein dalam Setiap tingkat yang tidak normal dapat mengindikasikan faktor risiko penyakit jantung koroner.
- EKG ( Elektrokardiogram ) mencatat denyut listrik jantung, kekuatan dan waktunya, membantu menemukan serangan jantung sebelumnya atau saat ini dan risiko penyakit jantung korener.
- Rontgen dada adalah gambaran jantung, paru-paru, dan pembuluh Ini membantu untuk mengungkapkan indikasi kegagalan pendengaran.
- Pemindaian tomografi komputer ( CT ) – menghasilkan gambar Ini membantu untuk mengidentifikasi pengerasan dan penyempitan arteri.
- Stress Testing dirancang untuk mengetahui apakah satu atau lebih arteri koroner yang memberi makan jantung mengandung plak yang menyumbat pembuluh darah 70% atau lebih [5] .
- Tes stres lainnya menggunakan pewarna radioaktif, tomografi emisi positron, atau pencitraan resonansi magnetik jantung ( MRI ) untuk mendapatkan gambar jantung saat bekerja keras dan saat istirahat.
- Angiografi koroner.
- Electron-Beam Computed Tomography mengukur simpanan kalsium di dalam dan sekitar arteri Jika lebih banyak kalsium yang terdeteksi, maka semakin besar kemungkinan terkena penyakit jantung koroner. Namun keakuratannya masih belum dapat dibuktikan [6] .
c. Penanganan
Penanganan Fisioterapi yang dapat dilakukan pada kasus Penyakit Jantung Koroner salah satunya adalah Aerobic Exercise.
Aerobic exercise dilakukan dengan intensitas sedang yaitu 60% – 80% dari HR Max. HR Max dari pasien ini adalah 155 kali permenit, sehingga target HR saat latihan yaitu 93-124 kali per menit. Waktu yang dilakukan untuk melakukan aerobic exercise yaitu 15-30 menit. aerobic exercise terbukti dapat meningkatkan endurance dengan pemberian- latihan selama 4 bulan dengan evaluasi sebanyak 8 kali (Setiap 2 minggu) dengan dosis: rata-rata waktu latihan dalah 20 menit dan rata-rata HR adalah 120 kali permenit.
Penentuan dosis tersebut berdasarkan penelitian yang dapat membuktikan bahwa aerobic exercise yang dilakukan selama 20-40 menit selama 3-5 hari perminggu dengan intensitas sedang (60%-80%) dapat meningkatkan aerobid fitness, walking speed dan walking endurance Adaptasi kardiovaskular didapatkan setelah latihan minimal 4 minggu, yaitu berupa peningkatan cardiac output, kontraktilitas jantung, volume darah yang masuk ke dalam ventrikel dan stroke volume.
![](https://wilayah3.imfi.or.id/wp-content/uploads/2024/03/Picture2.jpg)
Sumber: https://images.app.goo.gl/SKzRKovbYZMNz3Cd6
Latihan tersebut juga dapat meningkatkan nilai VO:Max apabila dilakukan setidaknya selama 8 minggu. VO2Max merupakan jumlah maksimum oksigen yang dapat digunakan selama berolahraga. Pada kasus ini, nilai kapasitas VO-Max tidak diukur, sehingga latihan yang dilakukan selama 16 minggu tersebut tidak dapat membuktikan apakah ada peningkatan VO Max atau tidak. Namun, nilai prediksi VO:Max dapat diukur dengan mengkonversi nilai METS. Sehingga, apabila nilai METS meningkat maka nilai prediksi VO₂Max juga meningkat.
Latihan yang telah dilakukan dengan dosis tersebut termasuk ke dalam aerobic exercise intensitas sedang. Latihan dengan intensitas sedang akan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan sehingga dapat meningkatkan kebugaran kardiorespirasi.
d. Kesimpulan
Dalam kasus penyakit jantung koroner ini, tujuan aerobic exercise untuk meningkatkan endurance. Aerobic exercise yang dilakukan secara teratur dan konsisten dapat meningkatkan endurance kardiovaskular dengan meningkatkan kapasitas konsumsi oksigen. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kerja jantung pada saat memompa darah terutama ke otot skeletal. Kerja jantung akan lebih efisien karena volume darah yang masuk dan keluar dari jantung akan lebih banyak, sehingga jantung tidak harus berdetak terlalu cepat untuk menghasilkan jumlah darah yang sama. Adaptasi kardiovaskular yang terjadi dapat berupa penurunan detak jantung saat istirahat.
C. Daftar Pustaka
Regmi M, Siccardi MA. Pencegahan Penyakit Arteri Koroner . InStatPearls [Internet] 2019 24 Sep. Penerbitan StatPearls. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547760/ (terakhir diakses 6.8.2020)
Luepker RV. Turunnya angka penyakit jantung koroner: penjelasan yang lebih baik?. Tersedia di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4768868/ (terakhir diakses 6.8.2020)
CVD WHO Tersedia: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cardiovaskular-diseases- (cvds) (diakses 10.9.2022)
NIH CHD Tersedia dari: https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/coronary-heart-disease (terakhir diakses 7.8.2020)
CAD ojas sehat Tersedia dari: http://healthy-ojas.com/cholesterol/cad-diagnosis.html (terakhir diakses 8.8.2020)
Tes stres klinik Mayo Tersedia dari: https://www.health.harvard.edu/heart-disease-overview/ cardiac-exercise-stress-testing-what-it-can-and-cannot-tell-you (terakhir diakses 9.8.2020)
Aerobic Exercise Terhadap Peningkatan Endurance Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Pemeriksaan 6MWT : Studi Kasus